TARI LUMENSE
Sebagai bangsa Indonesia yang kaya
akan budaya sudah sepantasnya menjaga dan melestarikkan kekayaan yang kita
miliki. Salah satu bentuk usah kita dalam melestarikan dan menjaga kekeayaan
budaya yang dimiliki bangsa Indonesia ini, yaitu dengan mengenal, mengetahui
dan memahami makna dari buday itu sendiri. Tari merupakan salah satu seni gerak
yang khas dan menjadi bukti keberaneka ragaman budaya bangsa kita, dengan lahir
dan terbentuknya berbagai bentuk dan jenis tarian di setiap daerah
masing-masing yang menjadi identitasnya.
Ada yang tahu Tari Tradisional dari
Daerah Sulawesi Tenggara? Sulawesi tenggara merupakan salah satu propinsi yang
ada di pulau Sulawesi, sehingga namanyapun di ambil dari nama pulaunya itu
sendiri dan ditambah bagian pulau itu sendiri. Sulawesi tenggara terkenal
memiliki salah satu tari tradisional yang khsa, yaitu Tari Lumense tepatnya berada di kec.kabaena kab.bombana
Secara nama atau istilah, Lumense diambil dari
bahasa penduduk setempat yang terdiri dari dua suku kata yaitu kata lume yang
berarti terbang dan mense yang berarti tinggi, jadi secara istilah bahasa
lumense berarti terbang tinggi. Tari lumense pada asal mulanya berasal dari
Kabupaten Bombana Kecamatan Kabaena, suku yang menempati wilayah ini adalah
suku Moronene bahkan hampir seluruh wilayah Sulawesi tenggara di huni suku
moronene ini. suku moronene merupakan generasi dari suku melayu tua yang dating
dari hindia pada zaman prasejaran, tarian Lumense adalah tarian yang berasal
dari Kecamatan Kabaen, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.
Secara geografis, kecamatan kabaena
merupakan pulau terbesar setelah buton dan Muna di Sulawesi tenggara. Menurut
sejarah, dahulu kecamatan kabaena berada di bawah kekuasaan kerajaan Buton
sehingga hubungan kekerabatan antara Kabaena dan buton pun sangat erat. Hal ini
juga mempengaruhi perkembangan kebudayaan di wilayah Kabaena termasuk tari Lumense.
Menyambut tamu pada pesta-pesta, terutama
pesta rakyat adalah salah satu tradisi tari lumense digelar atau dipertunjukkan
oleh masyakat Kabaena. Jumlah Penari dalam tari tradisional ini ada
dua belas orang perempuan, sehingga tari tradisional ini termasuk tarian
kelompok perempuan. Dari kedua belas orang penari ini, 6 diantaranya berperan
sebagai laki-laki dan 6 orang lainnya berperan sebagai perempuan. Semua penari dalam
tarian ini menggunakan busana adat Kabaena, bagi para penari yang berperan
sebagai perempuan memakai taincombo, taincombo merupakan sebutan baju adat
Kabean dengan corak rok berwarna merah marun dan atasan baju hitam dengan
bagian bawah baju mirip ikan duyung. Sedangkan untuk penari yang berperan
sebagai laki-laki memakai taincombo yang dipadukan dengan selendang merah,
selain itu Kelompok laki-laki memakai korobi (sarung parang dari kayu) yang
disandang di pinggang sebelah kiri,
Awal dari gerakan tari tradisional ini adalah dengan
begerak maju mundur, bertukar tempat kemudian membentuk konfigurasi huruf Z
lalu berubah menjadi S, moomani atau ibing merupakan sebutan gerakan yang
dinamis yang ditampilkan. Klimaks dari tarian ini adalah ketika para penanari
terus melakukan moomani kemudian menebaskan parang kepada pohon pisang, sampai
pohon pisang itu jatuh bersamaan ke tanah. Penutup dari tarian ini adalah para
penari membentuk konfigurasi setengah lingkaran sambil saling mengaitkan tangan
lalu menggerakannya naik turun sambil mengimbangi kaki yang maju mundur. Tarian
ini diiringi oleh musik yang berasal dari alat musik gendang dan gong besar
(tawa-tawa) dan gong kecil (ndengu-ndengu). Untuk mengiringi tarian ini hanya
dibutuhkan tiga orang penabuh alat musik tersebut sementara dalam memainkan
tarian ini dibutuhkan beberapa anakan pohon pisang sebagai property pendukung.
Namun pada perkembangannya tidak semua rangkaian gerakan dalam tarian ini di
pertunjukkan, karena mengingat durasi waktu yang terkadang dibatasi, terutama
pada penyambutan tamu kenegaraan yang waktunya haya terbatas
Sejarah mencatat ritual pe-olia merupakan sarana
untuk mengelar tarian Lumense. ritual pe-olia adalah ritual penyembahan kepada
roh halus yang disebut kowonuano (penguasa/pemilik negeri) dengan menyajikan
aneka jenis makanan. Ritual ini dimaksudakan agar kowonuano berkenan mengusir
segala macam bencana. Penutup dari ritual tersebut adalah penebasan pohon
pisang. Tarian ini juga sering ditampilkan pada masa kekuasaan Kesultanan
Buton. Seiring dengan perkembangan, fungsi tari Lumense pun mulai bergeser. Ada
pendapat yang mengatakan bahwa tari Lumense bercerita tentang kondisi sosial
masyarakat Kabaena saat ini. Corak produksi masyarakat Kabaena adalah bercocok
tanam atau bertani, masyarakat masih melakukan pola tradisional yaitu membuka
hutan untuk dijadikan lahan pertanian. Sementara parang yang dibawa oleh para
pria menggambarkan para pria yang berprofesi sebagai petani. Simbol pohon
pisang dalam tarian ini bermakna bencana yang bisa dicegah. Oleh karena itu
klimaks dari tarian ini adalah menebang pohon pisang. Artinya, setelah pohon
pisang tumbang bencana bisa dicegah. Namun sekarang tari Lumense sudah tidak
lagi menjadi ritual pengusiran roh. Akan tetapi, Tari Lumense masih
di pertunjukan oleh masyarakat Kabaena pada acara-acara tertentu seperti pengantar acara pernikahan.
SEMOGA MENAMBAH WAWASAN….!!!!!!!!!!
salam sukses broww
ReplyDeleteiya salam sukses jga mas bro, di subscribe ya, biar qt bisa saling berbagi informasi....
Delete