Saturday, 28 February 2015

TARI TRADISIONAL "LULO ALU" ASLI KABAENA





1.       Asal Muasal
Tari Lulo Alu adalah tarian yang berasal dari pulau kabaena (Tokotua) kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Konon  tarian ini dilaksanakan sebagai salah satu ritual adat Tokotua (Kabaena) atas rasa syukur dan terima kasih kepada sang pencipta atas melimpahnya rezki dari hasil panen beras pada masa lalu. Dimana menurut catatan sejarah pada zaman dahulu tokotia/Kabaena merupakan bagian dari kesultanan Buton yang merupakan penghasil beras sebagai pilar penguat Kesultanan Buton pada masa kejayaannya.
Pada awalnya tarian ini di bawakan oleh 12 penari, yang mana masing-masing di bagi atas 2 peranan, 6 pemegang alu (bermakna seorang laki-laki) dan 6 lagi memegang alat yang asumsikan sebagai nyiru (bermakna seorang perempuan) untuk menapis gabah/beras hasil panen.
Instrument music dari tari Lulo Alu ini hanya menggunakan alat sederhana, gendang dan gong yang di mainkan oleh orang berbeda dalam 1 gerakan yang seirama. Alunan gendang bisa mempengaruhi keindahan tarian ini tergantung tempo dari si pemain gendang dan gong tadi, manakala music melambat maka tarian pun melambat karena menyesuaikan instrument music gendang dan gong.

2.      Setelah Mengalami perombakan menghadapi masa modern (Aransemen)

Berbagai macam trik dan cara untuk mengaransemen tarian ini harus tetap focus pada apa sebenarnya maksud atau arti dari tarian tersebut sehingga bisa di maknai. Yang dulunya biasanya tarian ini biasa di bawakan sebagai bentuk rasa syukur, itu sih zaman dulu !, namun sekarang tarian ini hanya di bawakan pada acara tertentu seperti pada saat ada acara tertentu.
Contohnya:
1.       Acara perayaan 17 agustus yang tidak pernah terlupakan
2.       Penyambutan tamu kehormatan (gubernur, bupati dan lain-lain)
3.       Sebagai tarian pengisi ketika da acara sesrahan adat pernikahan (tergantung pada kondisi tertentu).
Next,  busana yang di gunakan cukup simple, menggunakan kain berwarna hitam bercorak kuning dan kemerahan dan menggunakan ikat kepala. Sedangkan alu (tongkat) yang di gunakan biasanya sih menggunakan pelepah daun agel, saya kurang tahu apa nama aslinya, setahu saya di kabaena biasa orang menyebutnya “PAPA RUMBIA”. Namun skarang karna memikirkan tahan lamanya alat tersebut di gunakan, sehingga banyak yang berinofasi untuk menggunakan bambu sekecil genggaman tangan, dan di beri sedikit pernak-pernik sehingga terlihat lebih menawan.
Harapan penulis, semoga kita sebagai bangsa Indonesia khususnya masyarakat kabaena, mampu berfikir positif, sehingga tarian tradisional seperti ini tidak di lupakan. Terus ajarkan kepada generasi kita karena ini bukan aib tetapi merupakan salah satu kebanggaan.

Semoga bermanfaat saudara pembaca….!!!!

Leumo to peasa laro…

TARI TRADISIONAL "LUMENSE" ASLI KABAENA

TARI LUMENSE


Sebagai bangsa Indonesia yang kaya akan budaya sudah sepantasnya menjaga dan melestarikkan kekayaan yang kita miliki. Salah satu bentuk usah kita dalam melestarikan dan menjaga kekeayaan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia ini, yaitu dengan mengenal, mengetahui dan memahami makna dari buday itu sendiri. Tari merupakan salah satu seni gerak yang khas dan menjadi bukti keberaneka ragaman budaya bangsa kita, dengan lahir dan terbentuknya berbagai bentuk dan jenis tarian di setiap daerah masing-masing yang menjadi identitasnya.
Ada yang tahu Tari Tradisional dari Daerah Sulawesi Tenggara? Sulawesi tenggara merupakan salah satu propinsi yang ada di pulau Sulawesi, sehingga namanyapun di ambil dari nama pulaunya itu sendiri dan ditambah bagian pulau itu sendiri. Sulawesi tenggara terkenal memiliki salah satu tari tradisional yang khsa, yaitu Tari Lumense tepatnya berada di kec.kabaena kab.bombana
 Secara nama atau istilah, Lumense diambil dari bahasa penduduk setempat yang terdiri dari dua suku kata yaitu kata lume yang berarti terbang dan mense yang berarti tinggi, jadi secara istilah bahasa lumense berarti terbang tinggi. Tari lumense pada asal mulanya berasal dari Kabupaten Bombana Kecamatan Kabaena, suku yang menempati wilayah ini adalah suku Moronene bahkan hampir seluruh wilayah Sulawesi tenggara di huni suku moronene ini. suku moronene merupakan generasi dari suku melayu tua yang dating dari hindia pada zaman prasejaran, tarian Lumense adalah tarian yang berasal dari Kecamatan Kabaen, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.
Secara geografis, kecamatan kabaena merupakan pulau terbesar setelah buton dan Muna di Sulawesi tenggara. Menurut sejarah, dahulu kecamatan kabaena berada di bawah kekuasaan kerajaan Buton sehingga hubungan kekerabatan antara Kabaena dan buton pun sangat erat. Hal ini juga mempengaruhi perkembangan kebudayaan di wilayah Kabaena termasuk tari Lumense.
 Menyambut tamu pada pesta-pesta, terutama pesta rakyat adalah salah satu tradisi tari lumense digelar atau dipertunjukkan oleh masyakat Kabaena. Jumlah Penari dalam tari tradisional ini ada dua belas orang perempuan, sehingga tari tradisional ini termasuk tarian kelompok perempuan. Dari kedua belas orang penari ini, 6 diantaranya berperan sebagai laki-laki dan 6 orang lainnya berperan sebagai perempuan. Semua penari dalam tarian ini menggunakan busana adat Kabaena, bagi para penari yang berperan sebagai perempuan memakai taincombo, taincombo merupakan sebutan baju adat Kabean dengan corak rok berwarna merah marun dan atasan baju hitam dengan bagian bawah baju mirip ikan duyung. Sedangkan untuk penari yang berperan sebagai laki-laki memakai taincombo yang dipadukan dengan selendang merah, selain itu Kelompok laki-laki memakai korobi (sarung parang dari kayu) yang disandang di pinggang sebelah kiri, 
       Awal dari gerakan tari tradisional ini adalah dengan begerak maju mundur, bertukar tempat kemudian membentuk konfigurasi huruf Z lalu berubah menjadi S, moomani atau ibing merupakan sebutan gerakan yang dinamis yang ditampilkan. Klimaks dari tarian ini adalah ketika para penanari terus melakukan moomani kemudian menebaskan parang kepada pohon pisang, sampai pohon pisang itu jatuh bersamaan ke tanah. Penutup dari tarian ini adalah para penari membentuk konfigurasi setengah lingkaran sambil saling mengaitkan tangan lalu menggerakannya naik turun sambil mengimbangi kaki yang maju mundur. Tarian ini diiringi oleh musik yang berasal dari alat musik gendang dan gong besar (tawa-tawa) dan gong kecil (ndengu-ndengu). Untuk mengiringi tarian ini hanya dibutuhkan tiga orang penabuh alat musik tersebut sementara dalam memainkan tarian ini dibutuhkan beberapa anakan pohon pisang sebagai property pendukung. Namun pada perkembangannya tidak semua rangkaian gerakan dalam tarian ini di pertunjukkan, karena mengingat durasi waktu yang terkadang dibatasi, terutama pada penyambutan tamu kenegaraan yang waktunya haya terbatas
       Sejarah mencatat ritual pe-olia merupakan sarana untuk mengelar tarian Lumense. ritual pe-olia adalah ritual penyembahan kepada roh halus yang disebut kowonuano (penguasa/pemilik negeri) dengan menyajikan aneka jenis makanan. Ritual ini dimaksudakan agar kowonuano berkenan mengusir segala macam bencana. Penutup dari ritual tersebut adalah penebasan pohon pisang. Tarian ini juga sering ditampilkan pada masa kekuasaan Kesultanan Buton. Seiring dengan perkembangan, fungsi tari Lumense pun mulai bergeser. Ada pendapat yang mengatakan bahwa tari Lumense bercerita tentang kondisi sosial masyarakat Kabaena saat ini. Corak produksi masyarakat Kabaena adalah bercocok tanam atau bertani, masyarakat masih melakukan pola tradisional yaitu membuka hutan untuk dijadikan lahan pertanian. Sementara parang yang dibawa oleh para pria menggambarkan para pria yang berprofesi sebagai petani. Simbol pohon pisang dalam tarian ini bermakna bencana yang bisa dicegah. Oleh karena itu klimaks dari tarian ini adalah menebang pohon pisang. Artinya, setelah pohon pisang tumbang bencana bisa dicegah. Namun sekarang tari Lumense sudah tidak lagi menjadi ritual pengusiran roh. Akan tetapi, Tari Lumense masih di pertunjukan oleh masyarakat Kabaena pada acara-acara tertentu seperti pengantar acara pernikahan.


SEMOGA MENAMBAH WAWASAN….!!!!!!!!!!